Sejak teori Darwin diluncurkan, rasa-rasanya banyak kaum ulama, atau
yang berpengetahuan tinggi tentang Islam yang menolak mentah-mentah teori itu, teori
tersebut menyatakan bahwa manusia berevolusi dari seekor kera, dengan kata lain
mengatakan bahwa Nabi Adam sebagai manusia pertama adalah kera. Charles Darwin
menyimpulkan, berbagai keragaman yang ia amati di alam, sebetulnya memiliki
nenek moyang yang sama. Memang kera memiliki organ & bentuk tubuh paling
mendekati manusia. Lagi pula ditemukan bukti-bukti berupa fosil manusia yang
mirip dengan kera. Fosil-fosil ini ditemukan di segala penjuru bumi dan
membuktikan adanya evolusi. Bermula dari kera, kemudian kera bertubuh makin
besar, berjalan tegak, dan? Ternyata evolusi itu sendiri berhenti pada teori!
Tidak ditemukan sebuah mata rantai yang jelas yang menghubungkan langsung
evolusi kera ini kepada bentuk manusia sekarang ini. 
Teori Evolusi Darwin
bertentangan dengan Al Qur’an. 
Pernyataan utama Darwinisme adalah makhluk hidup muncul melalui
perubahan bertahap (evolusi) dari 
makhluk hidup lain. Akan tetapi  sebenarnya bukan begitu, sebab kaum evolusionis
menyatakan bahwa kehidupan muncul sebagai hasil ketidaksengajaan oleh
pergerakan tak sadar. Dengan kata lain, kehidupan di Bumi lahir tanpa Sang
Pencipta dan dengan sendirinya dari zat-zat tak-hidup . Pernyataan seperti itu
mengingkari keberadaan Sang Pencipta sedari awal. 
Sebagian besar kaum beragama yang mendukung teori evolusi berpendapat
bahwa Charles Darwin taat beragama. Akan tetapi, sungguh mereka keliru karena
di masa hidupnya Charles Darwin mengungkapkan pandangan buruknya tentang Tuhan
dan agama. Darwin memang percaya kepada Tuhan semasa mudanya, namun perlahan
imannya menipis dan digantikan oleh paham ateisme di saat usianya setengah
baya. Darwin membuat pernyataan berikut tentang ketiadaan imannya, “pengingkaran [kepada  Tuhan] merayapi diriku dengan pelan-pelan
sekali, tetapi pada akhirnya menjadi sempurna. 
Alasan dasar Darwin mengingkari adanya Tuhan adalah keangkuhan. Kita
dapat melihatnya dalam pernyataan berikut: 
Dalam pengertian bahwa sesosok
Tuhan yang mahakuasa dan mahatahu harus mengatur dan mengetahui segalanya, hal
ini mesti diakui; namun, sejujur-jujurnya, aku hampir tidak bisa mengakuinya.
Dalam sebuah lampiran singkat yang ditulis tangan pada kisah hidupnya,
ia menulis:  
Aku tidak merasakan penyesalan
dari melakukan dosa besar apa pun. 
Pernyataan Darwin, yang mengingkari keberadaan Allah dan agama,
sesungguhnya mengikuti sebuah pola pikir yang tak mengenal Allah dari zaman
kuno. Ayat Al Qur’an melukiskan bagaimana mereka yang mengingkari Allah
sesungguhnya menyadari bahwa Dia ada, namun masih juga mengingkariNya karena
keangkuhan:  
Dan mereka mengingkarinya*
karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.
Maka, perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.
(QS.An Naml, 27: 14)  
Satu hal yang harus ditegaskan: Allah tentu saja bisa menggunakan
evolusi untuk menciptakan makhluk hidup jika Dia kehendaki. Namun, Al Qur‟an
tidak berisi tanda-tanda evolusi dan tidak satu ayat pun mendukung pernyataan
evolusionis bahwa makhluk hidup muncul tahap-demi-tahap.
Allah menciptakan segalanya, dalam bentuk dan pada waktu yang Dia
tetapkan, tanpa menggunakan contoh apa pun, dan dari ketiadaan. Karena Dia suci
dari cacat apa pun, dan kaya tanpa membutuhkan apa pun, Dia tidak membutuhkan
penyebab, sarana, atau tahap bagi penciptaan olehNya. Tak seorang pun yang
boleh teperdaya oleh kenyataan bahwa segala sesuatu itu terkait dengan sebab
dan hukum alam tertentu. Namun, Allah adalah di atas semua sebab dan hukum,
karena Dia yang menciptakan itu semua. Allah menghendaki dan menciptakan Bumi
dan langit, semua yang berada di antara keduanya, 
dan semua makhluk hidup dan tak-hidup. Ini sangat mudah bagiNya,
sebagaimana ditunjukkan dalam 
Al Qur‟an:  
Dan Dialah yang menciptakan
langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia
mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nya-lah segala
kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang
nampak. Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. Al An‟aam, 6:
73)
Dalam Al Qur‟an, Allah mengungkapkan bahwa manusia diciptakan secara
ajaib. Untuk menciptakan manusia pertama, Allah membentuk tanah liat, lalu
meniupkan ruh ke dalamnya:  
(Ingatlah) ketika Tuhanmu
berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari
tanah.” Maka, apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya
ruh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud  kepadanya”. (QS. Shaad, 38: 71-72) 
Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (QS. Al
Mu‟minuun, 23: 12)
Ungkapan penciptaan dari tanah/debu melukiskan penciptaan Nabi Adam.
Diperlihatkan dalam ayat berikut ini bahwa Allah menciptakan manusia langsung
dari tanah liat kering. Ayat ini, yang menggambarkan penciptaan Nabi Adam tidak
membicarakan suatu tahap: 
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al Hijr, 15: 28-29)
Jika kisah Al Qur’an tentang tahap-tahap penciptaan dibaca dengan
cermat, sambil mengingat proses-proses yang berurut, akan segera disadari bahwa
pandangan evolusi itu adalah tidak benar. 
