Sabtu, 14 April 2012

Masalah teori Darwin mengenai evolusi yang terkenal, beserta pernyataan tentang Nabi Adam sebagai manusia pertama di bumi ini.



Sejak teori Darwin diluncurkan, rasa-rasanya banyak kaum ulama, atau yang berpengetahuan tinggi tentang Islam yang menolak mentah-mentah teori itu, teori tersebut menyatakan bahwa manusia berevolusi dari seekor kera, dengan kata lain mengatakan bahwa Nabi Adam sebagai manusia pertama adalah kera. Charles Darwin menyimpulkan, berbagai keragaman yang ia amati di alam, sebetulnya memiliki nenek moyang yang sama. Memang kera memiliki organ & bentuk tubuh paling mendekati manusia. Lagi pula ditemukan bukti-bukti berupa fosil manusia yang mirip dengan kera. Fosil-fosil ini ditemukan di segala penjuru bumi dan membuktikan adanya evolusi. Bermula dari kera, kemudian kera bertubuh makin besar, berjalan tegak, dan? Ternyata evolusi itu sendiri berhenti pada teori! Tidak ditemukan sebuah mata rantai yang jelas yang menghubungkan langsung evolusi kera ini kepada bentuk manusia sekarang ini.

Teori Evolusi Darwin bertentangan dengan Al Qur’an.

Pernyataan utama Darwinisme adalah makhluk hidup muncul melalui perubahan bertahap (evolusi) dari
makhluk hidup lain. Akan tetapi  sebenarnya bukan begitu, sebab kaum evolusionis menyatakan bahwa kehidupan muncul sebagai hasil ketidaksengajaan oleh pergerakan tak sadar. Dengan kata lain, kehidupan di Bumi lahir tanpa Sang Pencipta dan dengan sendirinya dari zat-zat tak-hidup . Pernyataan seperti itu mengingkari keberadaan Sang Pencipta sedari awal.

Sebagian besar kaum beragama yang mendukung teori evolusi berpendapat bahwa Charles Darwin taat beragama. Akan tetapi, sungguh mereka keliru karena di masa hidupnya Charles Darwin mengungkapkan pandangan buruknya tentang Tuhan dan agama. Darwin memang percaya kepada Tuhan semasa mudanya, namun perlahan imannya menipis dan digantikan oleh paham ateisme di saat usianya setengah baya. Darwin membuat pernyataan berikut tentang ketiadaan imannya, “pengingkaran [kepada  Tuhan] merayapi diriku dengan pelan-pelan sekali, tetapi pada akhirnya menjadi sempurna.
Alasan dasar Darwin mengingkari adanya Tuhan adalah keangkuhan. Kita dapat melihatnya dalam pernyataan berikut:
Dalam pengertian bahwa sesosok Tuhan yang mahakuasa dan mahatahu harus mengatur dan mengetahui segalanya, hal ini mesti diakui; namun, sejujur-jujurnya, aku hampir tidak bisa mengakuinya.
Dalam sebuah lampiran singkat yang ditulis tangan pada kisah hidupnya, ia menulis: 
Aku tidak merasakan penyesalan dari melakukan dosa besar apa pun.

Pernyataan Darwin, yang mengingkari keberadaan Allah dan agama, sesungguhnya mengikuti sebuah pola pikir yang tak mengenal Allah dari zaman kuno. Ayat Al Qur’an melukiskan bagaimana mereka yang mengingkari Allah sesungguhnya menyadari bahwa Dia ada, namun masih juga mengingkariNya karena keangkuhan: 
Dan mereka mengingkarinya* karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka, perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS.An Naml, 27: 14) 

Satu hal yang harus ditegaskan: Allah tentu saja bisa menggunakan evolusi untuk menciptakan makhluk hidup jika Dia kehendaki. Namun, Al Qur‟an tidak berisi tanda-tanda evolusi dan tidak satu ayat pun mendukung pernyataan evolusionis bahwa makhluk hidup muncul tahap-demi-tahap.

Allah menciptakan segalanya, dalam bentuk dan pada waktu yang Dia tetapkan, tanpa menggunakan contoh apa pun, dan dari ketiadaan. Karena Dia suci dari cacat apa pun, dan kaya tanpa membutuhkan apa pun, Dia tidak membutuhkan penyebab, sarana, atau tahap bagi penciptaan olehNya. Tak seorang pun yang boleh teperdaya oleh kenyataan bahwa segala sesuatu itu terkait dengan sebab dan hukum alam tertentu. Namun, Allah adalah di atas semua sebab dan hukum, karena Dia yang menciptakan itu semua. Allah menghendaki dan menciptakan Bumi dan langit, semua yang berada di antara keduanya,
dan semua makhluk hidup dan tak-hidup. Ini sangat mudah bagiNya, sebagaimana ditunjukkan dalam
Al Qur‟an: 
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. Al An‟aam, 6: 73)

Dalam Al Qur‟an, Allah mengungkapkan bahwa manusia diciptakan secara ajaib. Untuk menciptakan manusia pertama, Allah membentuk tanah liat, lalu meniupkan ruh ke dalamnya: 

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” Maka, apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud  kepadanya”. (QS. Shaad, 38: 71-72)

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (QS. Al Mu‟minuun, 23: 12)

Ungkapan penciptaan dari tanah/debu melukiskan penciptaan Nabi Adam. Diperlihatkan dalam ayat berikut ini bahwa Allah menciptakan manusia langsung dari tanah liat kering. Ayat ini, yang menggambarkan penciptaan Nabi Adam tidak membicarakan suatu tahap:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al Hijr, 15: 28-29)

Jika kisah Al Qur’an tentang tahap-tahap penciptaan dibaca dengan cermat, sambil mengingat proses-proses yang berurut, akan segera disadari bahwa pandangan evolusi itu adalah tidak benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar